Nadzar dan Hukum-Hukumnya

Nama Ebook: N A D Z A R
Penulis : Syaikh Muhammad bin Ibrahim at-Tuwayjiry

Alhamdulillah, kita memuji Allâh Rabb Semesta Alam dan bersyukur kepada-Nya. Sholawat dan Salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari berbangkit, amma ba’du:

Berikut ini kita membahas sebuah masalah yang banyak diperbuat manusia, tanpa banyak meng-ilmui tentang masalah tersebut, yakni NADZAR.

Nadzar adalah seorang mukallaf yang mewajibkan atas dirinya sesuatu yang pada dasarnya hal tersebut tidaklah wajib menurut pandangan syari’at, dengan cara mengucapkan sesuatu yang menunjukan atas sesuatu yang diwajibkan tersebut.

Barangsiapa bernadzar untuk ketaatan maka mesti ia laksanakan, namun bila nadzar maksiat hendaklah ia tidak melaksanakannya dan ia dikenai kafarat sumpah.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلَا يَعْصِهِ

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang bernadzar untuk melaksanakan keta’atan terhadap Allah maka hendaklah dia melaksanakannya, dan barang siapa yang bernadzar untuk bermaksiat terhadap-Nya maka hendaklah dia tidak memaksiati-Nya” (HR. Bukhori )

Nadzar merupakan suatu yang berhukum makruh, sebagaimana perkataan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma:

نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النَّذْرِ وَقَالَ: إِنَّهُ لَا يَرُدُّ شَيْئًا وَلَكِنَّهُ يُسْتَخْرَجُ بِهِ مِنْ الْبَخِيلِ

Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam melarang nadzar dan bersabda “Sesungguhnya dia (nadzar) tidak menolak sesuatu, akan tetapi dia bersumber dari seorang kikir” (HR. Bukhori dan Muslim)

Kami berkata: sebagian ulama berdasarkan hadits diatas berpendapat akan haramnya ber-nadzar, namun bila sudah bernadzar dalam kebaikan maka ia wajib melaksanakannya, adapun pendapat yang mengatakan nadzar hukumnya sunnah (mustahab) maka ia cukup jauh dari dalil, silahkan disimak eBook ini lebih lanjut…

Download:
Download PDF atau Download Word

Hukum Ta’zir

Nama Ebook: Hukum Ta’zir
Penulis : Syaikh Muhammad bin Ibrahim at-Tuwayjiry

الحمد لله رب العالمين. وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله :وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين، أَمَّا بَعْدُ:

Hukuman atas maksiat dalam Islam ada tiga jenis:

  1. Padanya terdapat had yang telah ditentukan, seperti zina, pencurian, membunuh dengan sengaja, semua ini tidak ada kafarat dan tidak pula ta’zir padanya.
  2. Apa yang padanya terdapat kafarat dan bukan had, seperti bersetubuh dalam keadaan ihram, bersetubuh pada siang hari bulan ramadhan, dan kesalahan dalam membunuh.
  3. Apa yang padanya tidak terdapat had dan tidak pula kafarat, yang seperti ini mengharuskan ta’zir

Jadi Defenisi Hukum Ta’zir adalah hukuman yang tidak memiliki ketentuan ukuran, atas maksiat yang tidak ada had dan tidak pula kafarat.

Pelaksanaan Ta’zir merupakan beberapa hukuman yang dimulai oleh nasehat dan peringatan, hajr (boikot), bentakan, ancaman, peringatan serta pengasingan, dia akan berakhir dengan hukuman sangat berat, seperti penjara dan cambuk, bahkan terkadang sampai pada pembunuhan dengan ta’zir ketika dirasa berdampak positif terhadap masyarakat, seperti membunuh seorang mata-mata, ahli bid’ah dan pelaku kejahatan yang membahayakan.

Hukuman ta’zir tidak terbatas, bagi Hakim boleh menentukan hukuman yang sesuai dengan pelaku kejahatan, sebagaimana yang telah lalu, dengan syarat tidak keluar dari apa yang telah Allah perintahkan, atau yang dilarang-Nya, sehingga dia akan berbeda-beda dari setiap daerah, waktu, pribadi, jenis maksiat serta keadaannya.

Simak lebih lanjut eBook ini, semoga dengan membacanya semakin menambah kecintaan kita kepada syari’at yang sempurna ini, amin..

Download:
Download PDF atau Download Word

Tata Cara Haji

Nama Ebook: Tatacara Haji
Penulis : Syaikh Muhammad bin Ibrahim at-Tuwayjiry

اَلْـحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَلَـمــــــيْنَ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رُسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْـمَـــعـــــيْـــنْ، أَمَّ بَعْدُ:

  • Bagi yang berada di kota Makkah dan para penduduk Makkah disunnahkan mandi, membersihkan diri dan memakai minyak wangi. Kemudian berihram haji di hari Tarwiyah sebelum tergelincir matahari (sebelum Zhuhur), yaitu pada hari ke delapan Dzulhijjah,
  • Kemudian, setiap orang yang ingin melaksanakan haji keluar membaca talbiyah menuju Mina sebelum gelincir matahari,
  • Kemudian apabila terbit matahari di hari ke sembilan, yaitu hari Arafah, ia berjalan dari Mina menuju Arafah sambil bertalbiyah dan bertakbir,
  • Apabila tergelincir matahari, ia berangkat ke permulaan Arafah dari arah masjid Arafah. Dan di tempat itu (di lembah Aranah), imam menyampaikan khutbah kepada manusia (jamaah haji), sekarang tempat tersebut termasuk bagian dari masjid,
  • Wukuf di Arafah dimulai setelah tergelincirnya matahari pada hari ‘Arafah hingga tenggelam matahari, dan terus berlangsung masa wukuf hingga terbit fajar di malam ke sepuluh,
  • Apabila matahari telah tenggelam, ia berangkat dari Arafah menuju Muzdalifah sambil bertalbiyah dalam keadaan tenang,
  • Kemudian ia shalat fajar bersama sunnahnya dalam keadaan gelap setelah masuk waktunya. Apabila telah selesai shalat fajar, ia mendatangi Masy’aril Haram, sekarang menjadi masjid Muzdalifah,
  • Kemudian orang yang berhaji berangkat dengan tenang dari Muzdalifah menuju Mina sebelum terbit matahari,
  • Ia memungut tujuh biji batu dari sisi jumrah, atau dari jalannya menuju tempat melontar jumrah. Ia membaca talbiyah dan bertakbir di perjalannya, dan menghentikan talbiyah apabila sudah melontar jumrah Aqabah dengan 7 buah batu,
  • Kemudian setelah melempar, yang melaksanakan haji tamattu’ dan qiran menyembelih hadyu,
  • Kemudian setelah menyembelih hadyu, ia menggundul atau mencukur rambutnya,
  • Apabila ia telah melakukan yang telah lalu (amalan yang telah disebutkan), bolehlah untuknya semua larangan-larangan ihram kecuali berhubungan dengan istri.
  • Kemudian orang yang berhaji memakai pakaiannya dan memakai miyak wangi, berangkat menuju Makkah di waktu Dhuha, lalu thawaf di Baitullah (thawaf haji), dinamakan pula thawaf ifadhah atau ziarah, dan tidak melakukan ramal padanya,
  • Kemudian ia melakukan sa’i di antara Shafa dan Marwah, jika ia melaksanakan haji tamattu’, inilah yang paling baik,
  • Kemudian ia kembali ke Mina dan shalat Zhuhur di sana. Ia menetap di sana (Mina) pada hari lebaran (hari Ied) yang tersisa dan hari-hari tasyriq serta malam-malamnya. Maka ia menginap (bermalam) di Mina pada malam ke sebelas (11), ke dua belas (12), dan ke tiga belas (13),
  • Pada hari-hari tasyriq ia melempar 3 jamarat,
  • Kemudian setelah selesai melontar jumrah di hari ke tiga belas (13) setelah tergelincir matahari, ia keluar dari Mina,
  • Kemudian ia turun menuju Makkah dan melaksanakan thawaf wada’ jika ia bukan penduduk Makkah.

Demikianlah kami singkat tata cara pelaksanaan haji, tentu masih banyak detail yang tidak disampaikan dilaman muka ini, maka silahkan download dan baca eBook-nya, semoga ibadah haji kaum muslimin diterima Allah Tabaraka wa Ta’ala, amin…

Download:
Download CHM atau Download ZIPatau Download PDF atau Download Word

Penggabungan HUKUMAN dan KAFFAROH

Nama eBook: Penggabungan HUKUMAN dan KAFFAROH
Penulis: Ustadz Ahmad Sabiq Abu Yusuf حفظه الله

الحمد الله، وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، أما بعد:

Pada kesempatan yang mulia ini akan kita sampaikan sebauah kaedah yakni:

تَدَاخُلُ الْـحُدُوْدِ وَالْكَفَّارَاتِ

Penggabungan Hukuman dan Kaffaroh

Perbuatan yang dilarang dalam syari’at Islam yang mulia ada dua macam:

  1. Larangan yang tidak ada hukuman (had) dan kaffarohnya di dunia
  2. Larangan yang ada hukuman (had) dan kaffarohnya di dunia

Contoh dari jenis pertama adalah syirik, riba dan durhaka kepada orang tua; sedangkan contoh jenis kedua seperti berzina, mencuri dan jima’ disiang hari ramadhan. Besarnya dosa tidak tergantung dari ada atau tidak hukuman had dan kaffarohnya di dunia.

Sedangkan kaidah diatas adalah untuk menjelaskan salah satu dari keadaan pada larangan jenis kedua. Pada larangan jenis kedua boleh jadi akan terjadi beberapa keadaan, diantaranya:

  1. Melakukan pelanggaran dengan jenis yang berbeda, maka yang bersangkutan akan dikenakan hukuman dan atau kaffaroh dari kedua pelanggaran tersebut; contoh: seorang yang jima’ siang hari puasa Romadhon kemudian mencuri. Maka tidak diragukan lagi bahwa hukumannya dua hal yakni kaffaroh jima’ dan dipotong tangan karena mencuri.
  2. Melakukan pelanggaran yang sejenis, seperti berzina kemudian berzina lagi atau mencuri kemudian mencuri lagi, hal ini tidak lepas pada dua keadaan:
    • Setelah melakukan pelanggaran pertama kemudian ia dikenakan hukuman atau kaffaroh, lalu ia melanggar pelanggaran yang sama maka ia dikenakan hukuman atau kaffaroh lagi; seperti orang yang mencuri kemudian dipotong tangan kanannya, dikemudian hari ia mencuri lagi maka dipotong kaki kirinya dan seterusnya…
    • Setelah melakukan pelanggaran pertama belum mendapatkan hukuman atau belum membayar kaffaroh, lalu dia melakukan pelanggaran lagi yang sejenis dengan pelanggaran pertama, maka inilah letak permasalahan kaidah ini….

Download:

Download CHM atau Download ZIP atau Download PDF atau Download Word